ritus molulo
bumi merubah nasib:
pesta kawin, panen, dan kematian
tiba-tiba menjemput
bumi dijajal:
kedua telapak kaki menari
jemari adam erat menganyam jemari hawa
luluh lantakkan tanah
pada pusar lingkar kekerabatan
bumi bersaksi:
demi cucu merukun
tiga bunyi karandu
dititipkan tono motuo
demi kami
inggomiu
merukunlah dalam lingkar kekerabatan
konawe, 2004
ritus mosehe
tanah tolaki beraroma duka
yang berselisihan, yang menabur tabu
seketika luruh ke upacara adat
“di tembikar pandan
melilit erat tiga simpulan rotan
berlingkaran di antara dedaunan siri dan buah pinang
beralas kain putih sebagai kesucian”
kalosara, ke langit di agungkan
dengarlah
pabitara menyentuh sukma
menembang pembuka percakapan
“ni ino saramami” – petuah adat temurun
terus utuh walau guntur
bergemuruh beruntun tak gentar.
orangorang diam khusyuk
membuang amarahnya yang menusuk
ke liangliang upacara mosehe
demi siapa mata taawu dihunuskan?
menggorok leher tumbal
lalu darahnya berceceran ke bumi
menyerahkannya kepada alam
tanah tolaki beraroma duka
yang berselisihan, yang menabur tabu
kerbau putih tumbang
lemas dan limbung
menolak abala kampung
membayar utangutang perseteruan
siapakah mencipta perang ini?
siapa telah memanggil ritusritus itu
konawe, 2004
jejak penutur
dari zaman baheula
kau, beranak pinak dengan ritus istiadat
merukun di padang-padang waktu
sampai luruh usia
karena alam bermunajat
dari zaman belanda
dia, dibesarkan dengan ikatan rumpun
menyelami palung lautan silsilah
hingga kerontang tubuh karena melebur adat temurun
dari zaman kemarin
aku, terlahir dengan hikayat
melanjutkan jejak-jejak sang penutur
sampai ke padang yang semakin kerontang
di lahirkan kembali sebagi tuturan
konawe, juni 2009
jejak upacara
sebelum petang
tiba-tiba kau larungkan tubuhmu diiringan gong
menjamah tradisi moyang
yang lamat-lamat kau benamkan ke palung jantung
adakah upacara kawin itu
telah meluruhkan pikiranmu?
hingga sebelum fajar menyeruak kepesisir
kau sudah lebih dahulu bergetir
meronta-ronta ingin lebih andil di tanah leluhur
tiba-tiba kau lusuh
di kerumunan yang bergemuruh
membesut debu-debu di wajah
seperti orang-orang upacara yang mulai sendu
bergelisah isak-isak mereka
sambil terusan menancapkan ke waktu
jejak-jejak babatan ritus
konawe, juni 2009
pesta
di ujung takbiran
beduk dan gong gemelentam
kita merencanakan pesta kenang
bukan untuk pesta arak dan raung perang
di selubung malam
pesta kenang yang bergemintang
di siang sebelum orang hanyut bergenggaman
anak-anak muda lebih awal menerjang kegembiraan
sebagian orang-orang mengasah parang
lalu, ketika berang, ditebang saung
melarungkan jantungnya yang berdentam
ke dalam riang-riang malam
di sela anyir malam
masih juga kau tuturkan
kisah dari pesta yang tenggelam.
konawe, juni 2009
aroma pesta
diantara gemuruh tetabuhan dan orang lalu lalang
berseliweran pula anyir sate kerang dan kembang
limbang diserubungan hentakan kaki yang melantang
kita hirup aroma itu sedalamnya
sedalam makna wangi undangan
sedalam luasan saung
sedalam jantung orang bergandengan
:menggelitar ikuti tabuhan gong
yang akan benam sebelum pagi datang
yang akan berdiam sebelum perang
orang mabuk memberang
kendari, juni 2009
seusai pesta perkawinan
senjakala melerah
seusai perkawinan ama dan ina
di kursi pelaminannya kita istirah
menyulam kain-kain silsilah
dari wajah-wajah lindap
menganyam rumpun-rumpun
yang melesap di ujung pesta
sebelum kita terkubur
dan tak tahu mereka
kendari, juni 2009
tentang pesta kita
kau ingatkah?
pesta kawin terdahulu
saat musim kawin merekah
tonomotuo terusan menitir tiga gong
remaja pun tetua menarikan lulo
ibuibu, pengelana pesta
merubung gunjing
menyayat rebung dan daging
seperti merajam hatinya sendiri yang ringkih
kita sendiri timpuh
di riang riang yang rantak
dan hati balau
kau ingatkah?
pesta yang remuk dan lantah itu
suasana yang berubah ringisan
lalu rebah
karena gema bait-bait elekton
bergenderang sambut perang zaman
merajam-rajam setiap jejak tradisi
kau ingatkah?
ritus-ritus pesta lampau
kini menitis upacara ceremoni nan kacau
merayah lopa-lopa, tabere dan manggilo
lalu menanggalkan pabittara di ujung waktu
kendari, juni 2009
tabere
butterfly, mesin jahit
buatan masa lampau dan kini mengeriput;
sisa ragaman benang, jarum jahit
kotak perkakas dan juga perca-perca kain
rapi tertata, terselimuti sisa-sisa tabere
(yang belum terselesaikan barisan-barisannya
oma tua belum tuntas menyambung makna-makna persaudaraan)
kalau saja musim perkawinan sekarang
masih mengikuti jejak-jejak tempo lalu
(tenda alam, plafon tabere, tabuhan gong
juga sayatan daging ibu-ibu sekampung)
tentu kiranya istiadat yang kami gendong
terusan menceritakan hal ihwal muasal kami.
anggaberi, februari 2009
....aku ingin menjengukmu di sana;
tetapi hanya sesaat saja kita bercengkrama
dengan letusan jantung kita masing-masing
lalu melahirkan anakanak puisi di atas tanah kerontang...
Jumat, 30 Juli 2010
SAJAK-SAJAK PERJALANAN
ketika nasib teriris peradaban
ketika nasib teriris peradaban
dari perkebunan barisan kelapa di bandaeha;
menggumpalkan asap keperihan hidup
wajahwajah gusar dengan balau hati tegar membakar
kopra di perapian rumah-rumah seadanya.
di belakang rumah osu monggee*)
kembali ama dan ina mengenang kita
mengenang kebun pisang, cengkeh dan ladang ketan merah
(menyisah asap dari hutan yang terbakar)
mengenang aliran kali dan bibir pantai
(ikan mati oleh tuba dan minyak pertambangan)
mengenangkan anakmu
(yang senantiasa ke lautan dan belum kembali)
anak-anakmu pulang ke perahu-perahu masa lampau
di lauatan yang berpulau-pulau.
bandaeha, maret 2009
*) gunung miring
sebelas kilometer
sebelas kilometer hamparan padang kerontang
di tanah moyang hanya ada ladangladang kosong
sisasisa dari hutan rimba masa lampau
sisasisa dari langkah masa muda
sebelas kilometer tubuh kehilangan makna
ditanah sendiri
konawe, januari 2009
kau bercerita
kau bercerita
air laut pasang surut di desamu
sesekali tiba-tiba menjenguk kalian;
lalu sekembalinya ke lautan teluk
dibawa serta pula sisasisa puingan rumah,
perahu, pohon coklat dan cengkeh
dan apa saja
(sebenarnya tak kau relakan untuk diberi).
lalu ku tangkap rona wajahmu
menyesali kehadiran sisi lain lautan
mengingat ingat kunjungan ombak
(kadang tidak selalu bersahabat dan ramah).
wolo, 2009
perjalanan pendek
beranjak dari kamar yang sempit;
buku-buku, kertas kusam,patahan potlot, ransel
dan hari baru, kuangkut bersama
menyusuri lorong lorong asing
lalu melenyap di ujung jalan
tanpa upacara perpisahan;
tiada derai-derai itu
meski senantiasa ku ingat ingat polosmu
ketika melintas wajah lain.
aku tahu, engkau telah menanggalkan waktu-waktu kita
hingga perjumpaan lalu, menanggalkan sajak
(sajak yang kini tengah beranak pinak)
uepai, feb. 2009
kita masih punya apalagi?
barisan pohanan kelapa lasolo
bergunung gunung
tunas kawanan cengkeh lasusua,
ranggasan kayu jati di raha
rebah tak terbayarkan
oleh gugusan pohon merica di kolaka
kita masih punya apalagi?
kecuali teriak teriakan demonstrasi emas bombana
kerapkali menjadi hantu di malam buta
– mengejar adipura.
konawe, 2008
tualangku kini
tualangku kini
nestapa tempo lalu
sebentar pula lenyaplah juga kau
menghilang di guratan wajah-wajah asing
menghilang di balik kawanan perahu katinting
kawanan bagang teluk kolaka
lalu menghilang di jam-jam sibukku.
tualangku kini
belantara kota
dengan panggungpanggung besarnya
hiruk pikuk penonton
dan galau pengemis dadakan
lampu kristal jalanan dan rumah pinggiran kali
– yang kerap mati lampu tak terkecuali
tualangku kini
sepi batiniah
pada kelaman malam riuh
pada kasur-kasur tua sendiri
kendari, 2008
ketika nasib teriris peradaban
dari perkebunan barisan kelapa di bandaeha;
menggumpalkan asap keperihan hidup
wajahwajah gusar dengan balau hati tegar membakar
kopra di perapian rumah-rumah seadanya.
di belakang rumah osu monggee*)
kembali ama dan ina mengenang kita
mengenang kebun pisang, cengkeh dan ladang ketan merah
(menyisah asap dari hutan yang terbakar)
mengenang aliran kali dan bibir pantai
(ikan mati oleh tuba dan minyak pertambangan)
mengenangkan anakmu
(yang senantiasa ke lautan dan belum kembali)
anak-anakmu pulang ke perahu-perahu masa lampau
di lauatan yang berpulau-pulau.
bandaeha, maret 2009
*) gunung miring
sebelas kilometer
sebelas kilometer hamparan padang kerontang
di tanah moyang hanya ada ladangladang kosong
sisasisa dari hutan rimba masa lampau
sisasisa dari langkah masa muda
sebelas kilometer tubuh kehilangan makna
ditanah sendiri
konawe, januari 2009
kau bercerita
kau bercerita
air laut pasang surut di desamu
sesekali tiba-tiba menjenguk kalian;
lalu sekembalinya ke lautan teluk
dibawa serta pula sisasisa puingan rumah,
perahu, pohon coklat dan cengkeh
dan apa saja
(sebenarnya tak kau relakan untuk diberi).
lalu ku tangkap rona wajahmu
menyesali kehadiran sisi lain lautan
mengingat ingat kunjungan ombak
(kadang tidak selalu bersahabat dan ramah).
wolo, 2009
perjalanan pendek
beranjak dari kamar yang sempit;
buku-buku, kertas kusam,patahan potlot, ransel
dan hari baru, kuangkut bersama
menyusuri lorong lorong asing
lalu melenyap di ujung jalan
tanpa upacara perpisahan;
tiada derai-derai itu
meski senantiasa ku ingat ingat polosmu
ketika melintas wajah lain.
aku tahu, engkau telah menanggalkan waktu-waktu kita
hingga perjumpaan lalu, menanggalkan sajak
(sajak yang kini tengah beranak pinak)
uepai, feb. 2009
kita masih punya apalagi?
barisan pohanan kelapa lasolo
bergunung gunung
tunas kawanan cengkeh lasusua,
ranggasan kayu jati di raha
rebah tak terbayarkan
oleh gugusan pohon merica di kolaka
kita masih punya apalagi?
kecuali teriak teriakan demonstrasi emas bombana
kerapkali menjadi hantu di malam buta
– mengejar adipura.
konawe, 2008
tualangku kini
tualangku kini
nestapa tempo lalu
sebentar pula lenyaplah juga kau
menghilang di guratan wajah-wajah asing
menghilang di balik kawanan perahu katinting
kawanan bagang teluk kolaka
lalu menghilang di jam-jam sibukku.
tualangku kini
belantara kota
dengan panggungpanggung besarnya
hiruk pikuk penonton
dan galau pengemis dadakan
lampu kristal jalanan dan rumah pinggiran kali
– yang kerap mati lampu tak terkecuali
tualangku kini
sepi batiniah
pada kelaman malam riuh
pada kasur-kasur tua sendiri
kendari, 2008
SAJAK-SAJAK TENTANG LAMPU
lampu (1)
fresnel yang kerap aku bangkitkan jantungnya
seketika tersungkur ke lantai
nyalak matanya
redam dan mati
bahkan di usia yang terbungkus debu
masih sempat ia mengebugebu
menghujankan sapuan cahaya
dari kelam biru misterius
hingga senja amber yang tergores
sebelum akhirnya
ia pamitan dengan letupletupan korslet
di batten berkarat.
lampu (2)
“ jalankan dimer
nyalakan par
siram lagi backlight border
berangsurangsur”
sutradara yang senantiasa getir
suaranya menggelegar
dari walky talky yang tergeletak di meja kontrol
ia mencemaskan setiap peristiwa adegan
serupa merisaukan dirinya dengan penonton
serupa penonoton adalah raja di masa depan
dan lampulampu hanyalah budak
para penyaji panggung laiknya bidak.
lampu (3)
pemburu hiburan itu pun bubar
aku terpekur di traptrap berbadan pudar
barusan saja dadaku berdebar
mengejar jalan lakonlakon yang satir
melesatkan cahaya pendar, samar
cahaya lampu par
lampu yang sesekali membunuh tidurku
menikamkan sinar pedangnya yang abyad
ke mataku, ke jasadku
ke binarbinar dada pemburu hiburan absurd.
lampu (4)
masih sempatkah kita menghela nafas?
ketika tiba saatnya follow spot dengan bengis
melesatkan peluru merkuri
ke ruangruang gelita pentas
di balkon
kita hanya menangkap tarian binal yang liar
yang menjelajahi lantai dengan sepatu balet
sebelum keburu follow ditidurkan pln.
cerita lampu
i/
adakah lampu yang paling abyad dan abadiah
selain lampu milik tuhan?
siang benderang ia legamkam orang-orang di papua
intensitas cahaya amber di turunkan menjelang senja di bali
malam sesekali gulita yang menyisa kerlapkerlip bintang di jakarta
lalu kilatan blitz di musim petir
kita kerap di potret hingga terbakar
ii/
bosan dengan lampu gemerlapan
para pemuja malam
menjelajah temaram
diantara wajahwajah bercahaya pendar
ia membuang birahinya di belukaran
iii/
malam
lampu padam
anakanak mengeja kata kalam
dengan cahaya templok yang temaram
dengan gairah hati yang hampir karam
iv/
pengendara sepeda motor
menderu merayapi gelita
mengejar anyir birahi
terpasung di loronglorong lindap
dalam gelap
motor di standar
benderang lampu dalam dirinya diredupkan
disimpan dalam nyala rindu yang lintuh
sebelum ia hanyut
dalam rengkuh pelukan istri yang berlimbak pula rindu
v/
siapakah yang telah memadamkan lampu cinta di tubuhmu?
hingga di palung jantungmu
aku terjerumat ke gelap dan tak menemukan serengkuh nyala
untuk menuntunku menjelajahi hidupmu
apakah telah kau padamkan juga?
lampu surgawi
dimana sebelum senja tempo lalu, kutitipkan kepadamu
sebagai penebusan gejolak khilafan, senantiasa menggelitar di dadaku
lalu menenggelamkanmu ke kamarkamar sunyi
siapakah aku di duniamu?
yang telah kau tanggalkan lampulampunya dari tiangtiang jantungmu.
kendari, juni 2009
lampu (5)
di kota lama
ada sebuah toko lampu yang purba
di situ kita meliriklirik beragam lampu mewah
lalu mencocokan dengan kita punya uang receh
segera kubeli balon lima watt
untuk kamar kita yang beraroma lumut
tanpa ku sangka kau membeli juga lampion hati
lalu menaruhnya di dadaku yang kerap sepi.
kendari, 2009
fresnel yang kerap aku bangkitkan jantungnya
seketika tersungkur ke lantai
nyalak matanya
redam dan mati
bahkan di usia yang terbungkus debu
masih sempat ia mengebugebu
menghujankan sapuan cahaya
dari kelam biru misterius
hingga senja amber yang tergores
sebelum akhirnya
ia pamitan dengan letupletupan korslet
di batten berkarat.
lampu (2)
“ jalankan dimer
nyalakan par
siram lagi backlight border
berangsurangsur”
sutradara yang senantiasa getir
suaranya menggelegar
dari walky talky yang tergeletak di meja kontrol
ia mencemaskan setiap peristiwa adegan
serupa merisaukan dirinya dengan penonton
serupa penonoton adalah raja di masa depan
dan lampulampu hanyalah budak
para penyaji panggung laiknya bidak.
lampu (3)
pemburu hiburan itu pun bubar
aku terpekur di traptrap berbadan pudar
barusan saja dadaku berdebar
mengejar jalan lakonlakon yang satir
melesatkan cahaya pendar, samar
cahaya lampu par
lampu yang sesekali membunuh tidurku
menikamkan sinar pedangnya yang abyad
ke mataku, ke jasadku
ke binarbinar dada pemburu hiburan absurd.
lampu (4)
masih sempatkah kita menghela nafas?
ketika tiba saatnya follow spot dengan bengis
melesatkan peluru merkuri
ke ruangruang gelita pentas
di balkon
kita hanya menangkap tarian binal yang liar
yang menjelajahi lantai dengan sepatu balet
sebelum keburu follow ditidurkan pln.
cerita lampu
i/
adakah lampu yang paling abyad dan abadiah
selain lampu milik tuhan?
siang benderang ia legamkam orang-orang di papua
intensitas cahaya amber di turunkan menjelang senja di bali
malam sesekali gulita yang menyisa kerlapkerlip bintang di jakarta
lalu kilatan blitz di musim petir
kita kerap di potret hingga terbakar
ii/
bosan dengan lampu gemerlapan
para pemuja malam
menjelajah temaram
diantara wajahwajah bercahaya pendar
ia membuang birahinya di belukaran
iii/
malam
lampu padam
anakanak mengeja kata kalam
dengan cahaya templok yang temaram
dengan gairah hati yang hampir karam
iv/
pengendara sepeda motor
menderu merayapi gelita
mengejar anyir birahi
terpasung di loronglorong lindap
dalam gelap
motor di standar
benderang lampu dalam dirinya diredupkan
disimpan dalam nyala rindu yang lintuh
sebelum ia hanyut
dalam rengkuh pelukan istri yang berlimbak pula rindu
v/
siapakah yang telah memadamkan lampu cinta di tubuhmu?
hingga di palung jantungmu
aku terjerumat ke gelap dan tak menemukan serengkuh nyala
untuk menuntunku menjelajahi hidupmu
apakah telah kau padamkan juga?
lampu surgawi
dimana sebelum senja tempo lalu, kutitipkan kepadamu
sebagai penebusan gejolak khilafan, senantiasa menggelitar di dadaku
lalu menenggelamkanmu ke kamarkamar sunyi
siapakah aku di duniamu?
yang telah kau tanggalkan lampulampunya dari tiangtiang jantungmu.
kendari, juni 2009
lampu (5)
di kota lama
ada sebuah toko lampu yang purba
di situ kita meliriklirik beragam lampu mewah
lalu mencocokan dengan kita punya uang receh
segera kubeli balon lima watt
untuk kamar kita yang beraroma lumut
tanpa ku sangka kau membeli juga lampion hati
lalu menaruhnya di dadaku yang kerap sepi.
kendari, 2009
Rabu, 28 Juli 2010
Selasa, 27 Juli 2010
TANAH MERAH
bukit sembilan,
wepko dan tanah merah
sepagi ini, bukit sembilan telanjang;
pamerkan birahi tengkorak karang, tetes darah pasir sleg
pun tangis sungai kumoro yang tidak lagi bening –
jalan setapak dan ia punya gelombang
kehilangan arah di mekongga
fajar lalu memburu memerah petang
berkejaran dengan wepko menjelajah pulau maniang,
wepko menikam-nikam berkilometer belantara mekongga
menjaring tanah merah tambang
lalu mengirimkan kami debu cerobong
kemari luale, kita molulo
diantara porak-porakkan karang tanah;
meski kecut geraman tarian kita, karandu dari buyut tetap mesra
mengiring hentak kaki dalam gema
kemari luale, kita menyusur alir darah kongga
diantara porak-porakkan hati kita, kita mencari konawe
meski bayang-bayang bukit sembilan, pun raung wepko
sudah kita buang.
sopura, 11 juli 2007
wepko dan tanah merah
sepagi ini, bukit sembilan telanjang;
pamerkan birahi tengkorak karang, tetes darah pasir sleg
pun tangis sungai kumoro yang tidak lagi bening –
jalan setapak dan ia punya gelombang
kehilangan arah di mekongga
fajar lalu memburu memerah petang
berkejaran dengan wepko menjelajah pulau maniang,
wepko menikam-nikam berkilometer belantara mekongga
menjaring tanah merah tambang
lalu mengirimkan kami debu cerobong
kemari luale, kita molulo
diantara porak-porakkan karang tanah;
meski kecut geraman tarian kita, karandu dari buyut tetap mesra
mengiring hentak kaki dalam gema
kemari luale, kita menyusur alir darah kongga
diantara porak-porakkan hati kita, kita mencari konawe
meski bayang-bayang bukit sembilan, pun raung wepko
sudah kita buang.
sopura, 11 juli 2007
BACA PUISI
"Bukit Sembilan, Wepko dan tanah Merah"
; iwan konawe
iwan konawe mengisi acara di TVRI Sultra
SAJAK-SAJAK KOLAKA
inilah malam
inilah malam,
aku berdiri di ketinggian dermaga kolaka
selantang-lantangnya menyerumu
menyeruak kedalam sajak-sajakku
ikal rambutmu dan layar-layar sampan
tersapu desahan angin larut. kian malam
kaupun menyisahkan bayang kelam
tenggelam di ujung tanjung
seperti sepasang kuda bone
kemarin ringkikan kita menyulut pertempuran
pertempuran cinta, di kandang tak berjerami.
selama semusim hujan gerimis kita berperang
dalam pelukan dingin dan juga gelisahmu yang meraung.
inilah malam,
seperti sampan dan dermaga
dipisahkan waktu dan nahkoda
penghujung dari tatapan kita.
kolaka, agustus 2007
matamu
nikel tanah merah
matamu nikel tanah merah;
menguak lelehan bara cinta dari tungku retina
melenakan sukma pada tembang butiran kerikil
melarikkan sajak-sajak gadis mekongga.
kolaka, juli 2007
SAJAK-SAJAK KONAWE
kau bercerita
kau bercerita
air laut pasang surut di desamu
sesekali tiba-tiba menjenguk kalian;
lalu sekembalinya ke lautan teluk
dibawa serta pula sisasisa puingan rumah,
perahu, pohon coklat, dan cengkeh
dan apa saja
(sebenarnya tak kau relakan untuk diberi).
lalu kutangkap rona wajahmu
menyesali kehadiran sisi lain lautan
mengingat ingat kunjungan ombak
(kadang tidak selalu bersahabat dan ramah).
wolo, 2009
pikiran dari kembara
yang kumiliki hanya pikiran dari kembara
dari musim panas konawe di langit azzura
yang menyedihkan di daerah terasing
apakah masih rela kau pungut juga sisa jejakku? kataku
sementara kau bersolek memuji adiratna
sisi lain bergerutu tentang uang, beras,
dan perkakas dapur yang usang
diluar padang ilalang menunggu
entah karena kecewa oleh peperangan menerus
ataukah apiapi telah melahapnya habishabisan
lalu menyisahkan kabut asap di awan kota
hingga kau keperihan setiap aku pulang.
yang kumiliki hanyalah pikiran masa lalu
hampir setiap musim hujan hanya berbuah kemiskinan,
apakah masih rela kau menemani tuaku, kataku
diam-diam kau tersedu di meja rias
katakatamu lamat, mengutuk sesuatu
entah karena
sementara kau bersolek memuji hari baikmu
kita tercerai berai oleh waktu
konawe, 2009
jejak malam
jam dua dini hari
jaring-jaring lubang jendela, nganga
bulan terlintas di ranggasan reranting pohonan jati
bulan yang kecil, berikan cahaya besar, namun
hati yang besar hanya menyimpan cahaya kecil.
jejak malam, tiba
di atas ranjang
berkelambu kain kusam purba
kutimang-timang ingatan jalan kembara
jejak-jejak para petualang
lalu melenyap di selipan cahaya azan
dengarlah detak jam sial
tak hentinya menghitung waktu ke depan,
suram, sendiri sunyi
dengarlah raung-raung malam
tak habis habisnya mengundang misteri,
kini, pun yang terlewati.
uepai, 2009
sebelum tiba senja
kalau saja pertarungan cinta ini
akan berujung kepada
kalah atau menang, maka aku
lebih awal mengaku kalah
bukan lantaran tiba-tiba kau jago
lalu angkuh
karena cinta lebih dalam kau miliki,
tapi aku, mesti berlalu
karena cintamu telah memburu
hingga ke ujung jejak langkahku.
sebelum tiba senja
kutinggalkan kemenanganmu,
tanpa setahumu
telah kusilipkan duri-duri masa lalu.
di bawah bantal yang berbau aku
konawe, 2009
o, duri
:sg
o, duri, adakah kau beri aku cena
o, onak, adakah kau pula menjerat raga
seperti kau berikan radangan kelu
pada penyair dan pengagum senja
yang sepi melawan balau
kolaka, 26 agustus 2007
kuburu jejak apimu
:sg
tiba-tiba di kaki halimun fajar aku tersungkur;
rindu yang merebus sembahyang kukejar
jejak-jejak api mu kuburu.
maka kudapatakan sunyiku
membalut perih-perih sedihku
dipendaran sajak-sajakmu
kolaka, 26 agustus 2007
di luar jendela
di luar jendela
di luar jendela, siang hari
gerimis yang kelamaan reda
– mengantar upacara duka,
baru saja usai;
mengulur sisasisa waktu terakhir
dari percakapan rindu yang kita idamkam,
menunda-nunda langkah yang berat
antara nganga pintu dan ujung jalan
tempat kau melenyap nantinya
kita juga waktu – hampir malam
kian lama terasa urung merajang-rajang
kedinginan, lalu sepi di balik jendela
kita menerkanerka setiap sisa waktu lagi
apakah masih bersedia memberikan detik
sebelum kita ke arah mana
entah
konawe, januari 2009
tabere
butterfly, mesin jahit
buatan masa lampau dan kini mengeriput;
sisa ragaman benang, jarum jahit
kotak perkakas dan juga perca-perca kain
rapi tertata, terselimuti sisa-sisa tabere
(yang belum terselesaikan barisan-barisannya
oma tua belum tuntas menyambung makna-makna persaudaraan)
kalau saja musim perkawinan sekarang
masih mengikuti jejak-jejak tempo lalu
(tenda alam, plafon tabere, tabuhan gong
juga sayatan daging ibu-ibu sekampung)
tentu kiranya istiadat yang kami gendong
terusan menceritakan hal ihwal muasal kami.
anggaberi, februari 2009
di luar jendela, siang hari
gerimis yang kelamaan reda
– mengantar upacara duka,
baru saja usai;
mengulur sisasisa waktu terakhir
dari percakapan rindu yang kita idamkam,
menunda-nunda langkah yang berat
antara nganga pintu dan ujung jalan
tempat kau melenyap nantinya
kita juga waktu – hampir malam
kian lama terasa urung merajang-rajang
kedinginan, lalu sepi di balik jendela
kita menerkanerka setiap sisa waktu lagi
apakah masih bersedia memberikan detik
sebelum kita ke arah mana
entah
konawe, januari 2009
tabere
butterfly, mesin jahit
buatan masa lampau dan kini mengeriput;
sisa ragaman benang, jarum jahit
kotak perkakas dan juga perca-perca kain
rapi tertata, terselimuti sisa-sisa tabere
(yang belum terselesaikan barisan-barisannya
oma tua belum tuntas menyambung makna-makna persaudaraan)
kalau saja musim perkawinan sekarang
masih mengikuti jejak-jejak tempo lalu
(tenda alam, plafon tabere, tabuhan gong
juga sayatan daging ibu-ibu sekampung)
tentu kiranya istiadat yang kami gendong
terusan menceritakan hal ihwal muasal kami.
anggaberi, februari 2009
ramadhan
ramadhan
menjelajah ke bulan yang suci
jiwajiwa bersunyi
ke dalam qur’an sendiri menyepi
tafakur di tengah peradaban
pohonpohon raga hening
lautan pikiran tak berarus dan bening
bulan suci
pada bulan sepi
mencuci diri
kendari, 2001
menjelajah ke bulan yang suci
jiwajiwa bersunyi
ke dalam qur’an sendiri menyepi
tafakur di tengah peradaban
pohonpohon raga hening
lautan pikiran tak berarus dan bening
bulan suci
pada bulan sepi
mencuci diri
kendari, 2001
kau berada di antara keduanya : ari
kau berada di antara keduanya
: ari
tiga orang berwajah suram
duduk bersila di teras gedung
meracaukan dirinya sendiri
kegamangannya yang silam
dan kisah hidupnya yang tadi siang
tiga orang dengan ceritanya sendiri
kau menengah di antara keduanya
mencampakan blues ke dalam gitar
mencampakan rock n roll ke dalam malam
mencampakan dirimu ke dunia mereka
dunia bermelodi bising
kendari, 2009
: ari
tiga orang berwajah suram
duduk bersila di teras gedung
meracaukan dirinya sendiri
kegamangannya yang silam
dan kisah hidupnya yang tadi siang
tiga orang dengan ceritanya sendiri
kau menengah di antara keduanya
mencampakan blues ke dalam gitar
mencampakan rock n roll ke dalam malam
mencampakan dirimu ke dunia mereka
dunia bermelodi bising
kendari, 2009
kita tafakur dengan ribuan doa
kita tafakur dengan ribuan doa
di tanah lapang, pernah kita
bersama meniru anakanak melempar tekukur
:burung yang tidak tahu apaapa itu lantas jatuh dan kapar
di tanah lapang yang sama
bersama para demonstran, kita turut pula melemparkan amarah
:segala barangbarang dan orangorang yang tak tahu apaapa
ambruk dan berdarah
di tanah lapang yang pula lintuh
seusai shalat ied pagi ini, marilah berdua simpuh
terpekur di antara orang bersuka cita dan berduka cita
sambil berhitung ribuan dosa
kita tafakur dengan ribuan doa
:ke ujung langit
ke tempatNya kita bermunajat
makassar, 31 oktober 2001
di tanah lapang, pernah kita
bersama meniru anakanak melempar tekukur
:burung yang tidak tahu apaapa itu lantas jatuh dan kapar
di tanah lapang yang sama
bersama para demonstran, kita turut pula melemparkan amarah
:segala barangbarang dan orangorang yang tak tahu apaapa
ambruk dan berdarah
di tanah lapang yang pula lintuh
seusai shalat ied pagi ini, marilah berdua simpuh
terpekur di antara orang bersuka cita dan berduka cita
sambil berhitung ribuan dosa
kita tafakur dengan ribuan doa
:ke ujung langit
ke tempatNya kita bermunajat
makassar, 31 oktober 2001
pelacur malam
pelacur malam
sambil bersantai di sofa yang baru kau beli
kau biarkan matamu rekat dengan acara tv
di tv, orangorang silih berganti, berpadu
menafsirkan kau
mendugaduga tentang riwayatmu
sambil bersantai di sofa yang baru kau miliki
kau sengajakan angin merambahi tubuhmu
membiarkan gambar dinding dan perabotan
terpana
sebelum ada yang menangis
karna telah kau miliki yang mereka punya
tanpa mereka tahu
kau menjemput paman
tanpa sebelumnya mereka tahu
kau dijemput istriistri paman
kendari, juli 2009
sambil bersantai di sofa yang baru kau beli
kau biarkan matamu rekat dengan acara tv
di tv, orangorang silih berganti, berpadu
menafsirkan kau
mendugaduga tentang riwayatmu
sambil bersantai di sofa yang baru kau miliki
kau sengajakan angin merambahi tubuhmu
membiarkan gambar dinding dan perabotan
terpana
sebelum ada yang menangis
karna telah kau miliki yang mereka punya
tanpa mereka tahu
kau menjemput paman
tanpa sebelumnya mereka tahu
kau dijemput istriistri paman
kendari, juli 2009
amir dan ambar :om puding
amir dan ambar
:om puding
siapakah hatinya terbakar, di tarakan?
pohonpohon rindu menggugurkan daundaun airmata
siapa yang membuat ambar
harus berpisah dari orang tuanya?
Menculiknya dari rumah panggung
Memisahkannya dari cermin
yang memberinya kecantikan
siapa yang menurunkan lesak hujan di mata mereka?
Karena anak dan cucunya kau bawa serta ke bahtera kendari
Ke negeri yang tidak mereka duga semasa terlahir
“amir dan ambar
tarakan – kendari
ambyar”
katamu,di suatu ketika yang samar
ke masa depan kau lingsir
kendari, juli 2009
:om puding
siapakah hatinya terbakar, di tarakan?
pohonpohon rindu menggugurkan daundaun airmata
siapa yang membuat ambar
harus berpisah dari orang tuanya?
Menculiknya dari rumah panggung
Memisahkannya dari cermin
yang memberinya kecantikan
siapa yang menurunkan lesak hujan di mata mereka?
Karena anak dan cucunya kau bawa serta ke bahtera kendari
Ke negeri yang tidak mereka duga semasa terlahir
“amir dan ambar
tarakan – kendari
ambyar”
katamu,di suatu ketika yang samar
ke masa depan kau lingsir
kendari, juli 2009
LASUSUA, selamat datang ketakutan
lasusua, selamat datang ketakutan
delapan jam, kurang pasti laju waktu dari kendari
tiga ratus kilometer lebih jarak sepi lasusua
atau sepanjang ingatan yang kita sanggup kenangkan
di sini, di bawah kaki langit
seperti berperang, kita membisu nganga
di gapura perpisahan kabupaten
lalu mengucapkan serapah, selamat datang ketakutan.
– oo, lebih ramai pacu angin melambung kita
memburu di antara tebing hutan cadas tamborasi
jurang ombak lautan ranteangin
liukkan jalan hutan cengkeh.
sejam, sebelum tiba di impian
masih berpikirkah kita untuk pulang kembali?
melewatinya dengan nyanyi-nyanyi kecil.
lasusua, 2008
delapan jam, kurang pasti laju waktu dari kendari
tiga ratus kilometer lebih jarak sepi lasusua
atau sepanjang ingatan yang kita sanggup kenangkan
di sini, di bawah kaki langit
seperti berperang, kita membisu nganga
di gapura perpisahan kabupaten
lalu mengucapkan serapah, selamat datang ketakutan.
– oo, lebih ramai pacu angin melambung kita
memburu di antara tebing hutan cadas tamborasi
jurang ombak lautan ranteangin
liukkan jalan hutan cengkeh.
sejam, sebelum tiba di impian
masih berpikirkah kita untuk pulang kembali?
melewatinya dengan nyanyi-nyanyi kecil.
lasusua, 2008
AKU INGIN MENJENGUKMU
aku ingin menjengukmu
aku ingin menjengukmu
lewat layang surat, sms, atau email
hendak kusapa tirisan hatimu
senantiasa gebalau, berontak di waktu lalu
di huma ladangladang kecil.
aku ingin menjengukmu di sana;
tetapi hanya sesaat saja kita bercengkrama
dengan letusan jantung kita masing-masing
lalu melahirkan anakanak puisi di atas tanah kerontang
di kepalamu kasmaran menjarakkan kita
di rahim-rahim pikiranmu aku terpekur
sebab aroma perjalanan ini
masih ingin kuhirup sedalamnya lagi.
uepai, feb. 2009
aku ingin menjengukmu
lewat layang surat, sms, atau email
hendak kusapa tirisan hatimu
senantiasa gebalau, berontak di waktu lalu
di huma ladangladang kecil.
aku ingin menjengukmu di sana;
tetapi hanya sesaat saja kita bercengkrama
dengan letusan jantung kita masing-masing
lalu melahirkan anakanak puisi di atas tanah kerontang
di kepalamu kasmaran menjarakkan kita
di rahim-rahim pikiranmu aku terpekur
sebab aroma perjalanan ini
masih ingin kuhirup sedalamnya lagi.
uepai, feb. 2009
LAONTI
laonti
ini siang
di lautanmu aku berperang
bersama kapalkapal haluoleo
menantang gelombang dan karang-karang
menjengukmu di seberang
menjambangimu di pedalaman laonti
serupa anganku bertualang
ke pedalaman vietnam atau di hutanhutam amazone yang sunyi
(menyusuri jejak perang dan hutan anaconda yang seram)
seratus kelokan jalan kembara
seratus anakanak sungai ke muara
atau sebanyak yang teringat tentang pohonan bakau
hingga untuk melemparkan sauh
aku ke dermaga tepi kali menjelang petang
ketika kunjung air pasang
seketika wajahmu serupa negeri yang hilang
selalu bermuara gulita
dimana anak-anak tertidur merem
tersedot magrib berkabut
mengantikan tonomotuo
pada ritus-ritus erang
laonti, 2007
ini siang
di lautanmu aku berperang
bersama kapalkapal haluoleo
menantang gelombang dan karang-karang
menjengukmu di seberang
menjambangimu di pedalaman laonti
serupa anganku bertualang
ke pedalaman vietnam atau di hutanhutam amazone yang sunyi
(menyusuri jejak perang dan hutan anaconda yang seram)
seratus kelokan jalan kembara
seratus anakanak sungai ke muara
atau sebanyak yang teringat tentang pohonan bakau
hingga untuk melemparkan sauh
aku ke dermaga tepi kali menjelang petang
ketika kunjung air pasang
seketika wajahmu serupa negeri yang hilang
selalu bermuara gulita
dimana anak-anak tertidur merem
tersedot magrib berkabut
mengantikan tonomotuo
pada ritus-ritus erang
laonti, 2007
ANAK SAJAK
anak sajak
malam di kamar tengah
anak-anak sajak yang baru,
turun dengan sunyi
dari langit-langit kayu bayam
dari atap bocor yang menembus ke ruang labirin
lantai kemudian meruah
karena anak sajak semakin ramai dan riuh
berkelakar, bermain, meongabrak-abrik
jantung pikiran yang teronggok
di malam-malam lain
beranak pinaklah anak sajak
karena jantung pikiran
kelebihan daya mengolah onggokan anak sajak.
selalu menumpuk
saat malam mengunjungi kamar tengah.
perumnas wua-wua, 2009
malam di kamar tengah
anak-anak sajak yang baru,
turun dengan sunyi
dari langit-langit kayu bayam
dari atap bocor yang menembus ke ruang labirin
lantai kemudian meruah
karena anak sajak semakin ramai dan riuh
berkelakar, bermain, meongabrak-abrik
jantung pikiran yang teronggok
di malam-malam lain
beranak pinaklah anak sajak
karena jantung pikiran
kelebihan daya mengolah onggokan anak sajak.
selalu menumpuk
saat malam mengunjungi kamar tengah.
perumnas wua-wua, 2009
di sebuah kota lama
di sebuah kota lama
i/
masih kah kau mendekapnya? serpihan sesalan dari kaca kekecewaan
– yang pecah di hatimu
ribuan penyesalan, kau pungut dari lantai rumah yang riuh, rantak
dan selalu berdentum rintih. kemudian memajangnya pada pagar beranda
sekedar membuang perhatian kepada orang yang melintas. memberi abaaba,
menolongmu, melepaskan, dari ribuan cengkeram
dengan tikaman amarahku, bertaburan serpihan kaca kejantungmu
telah kuciptakan lara, di jiwa pengharapanmu
ii/
di pusaran kota lama
aku berdiri di pengasingan. dera serta segala empedu mesti kunikmati
aku berpacu, berpacu menebus utangutang rindu yang terbuang darimu
di sini
remahremah wajahmu
selalu merambah kepenjuru mimpiku
kendari, 3 sept. 2002
i/
masih kah kau mendekapnya? serpihan sesalan dari kaca kekecewaan
– yang pecah di hatimu
ribuan penyesalan, kau pungut dari lantai rumah yang riuh, rantak
dan selalu berdentum rintih. kemudian memajangnya pada pagar beranda
sekedar membuang perhatian kepada orang yang melintas. memberi abaaba,
menolongmu, melepaskan, dari ribuan cengkeram
dengan tikaman amarahku, bertaburan serpihan kaca kejantungmu
telah kuciptakan lara, di jiwa pengharapanmu
ii/
di pusaran kota lama
aku berdiri di pengasingan. dera serta segala empedu mesti kunikmati
aku berpacu, berpacu menebus utangutang rindu yang terbuang darimu
di sini
remahremah wajahmu
selalu merambah kepenjuru mimpiku
kendari, 3 sept. 2002
Sajak Anawulaa kepada Randawulaa
sajak anawulaa
kepada randawulaa
randawulaa masih tertoreh di sukmaku
oleh bulan kita pun luruh
melarung berpekan-pekan
tuturkanlah kepadaku
tentang ranggasan kalbumu yang lain
ketika aku terlukis dalam bayang-bayang maya kelam
ketika aku meringis karena isyarat palung matamu di dermaga
kolaka, juli 2007
kepada randawulaa
randawulaa masih tertoreh di sukmaku
oleh bulan kita pun luruh
melarung berpekan-pekan
tuturkanlah kepadaku
tentang ranggasan kalbumu yang lain
ketika aku terlukis dalam bayang-bayang maya kelam
ketika aku meringis karena isyarat palung matamu di dermaga
kolaka, juli 2007
Sajak Randawulaa kepada Anawula
sajak randawulaa
kepada anawulaa
anawulaa, semata kepadamu maka ranggasan rindu kukirim
mengenangmu bersepi saat kelam di puncak abadi
mengenangmu berjumpa saat bulan temaram jatuh
di bibir dermaga mekongga.
adakah kau mengenangnya juga, tentang bulan pecah waktu itu?
kolaka, juli 2007
kepada anawulaa
anawulaa, semata kepadamu maka ranggasan rindu kukirim
mengenangmu bersepi saat kelam di puncak abadi
mengenangmu berjumpa saat bulan temaram jatuh
di bibir dermaga mekongga.
adakah kau mengenangnya juga, tentang bulan pecah waktu itu?
kolaka, juli 2007
TENTANG SENJA
Tentang senja
kau lantunkan kidung senja
melamunkan si kerudung genta
namun senja sendiri
timpuh di ujung tanjung
dan tak punya lagu sendiri
selain kisah-kisah ringkih melampau
selain tubuh yang bertudung kekelaman
tiba-tiba, senja menggugurkan tangis gerimis
di depan anak-anak bumi yang bersajak lirih
sebelum petang menggaung-gaungkan azan
sebelum sempat kau gelegarkan larik-larik luruh
gerimis menjadi hujan
bandang merengguk, entah.
Akankah kau gemakan kidung senja lagi
Persis, saat kau rongrong senjakala?
Perdos, Juni 2008
direvisi 2009
kau lantunkan kidung senja
melamunkan si kerudung genta
namun senja sendiri
timpuh di ujung tanjung
dan tak punya lagu sendiri
selain kisah-kisah ringkih melampau
selain tubuh yang bertudung kekelaman
tiba-tiba, senja menggugurkan tangis gerimis
di depan anak-anak bumi yang bersajak lirih
sebelum petang menggaung-gaungkan azan
sebelum sempat kau gelegarkan larik-larik luruh
gerimis menjadi hujan
bandang merengguk, entah.
Akankah kau gemakan kidung senja lagi
Persis, saat kau rongrong senjakala?
Perdos, Juni 2008
direvisi 2009
PERJALAN PENCARIAN
Perjalanan pencarian
kutikam perjalanan;
dengan pisau-pisau malam
bergebalau dalam kelam
berkilau-kilauan
sepuhan kekecaman
telah memerih kepiluan
tergebu-gebu sapuan lara perjalanan
selain kembara yang telah ngangakan luka dari hari
kemarin, tidak jua darah,bercucur pada searah tapakku
lunglai gontai karna kehilangan arti petualangan hari ini
selamat malam awan
selamat malam jalan
“di tepian jembatan pasar baru kendari
kurepal doa-doa kemenangan
meski kekalahan waktu
lebih dahulu berenang ke palung jantung”
Kendari, desember 2004
kutikam perjalanan;
dengan pisau-pisau malam
bergebalau dalam kelam
berkilau-kilauan
sepuhan kekecaman
telah memerih kepiluan
tergebu-gebu sapuan lara perjalanan
selain kembara yang telah ngangakan luka dari hari
kemarin, tidak jua darah,bercucur pada searah tapakku
lunglai gontai karna kehilangan arti petualangan hari ini
selamat malam awan
selamat malam jalan
“di tepian jembatan pasar baru kendari
kurepal doa-doa kemenangan
meski kekalahan waktu
lebih dahulu berenang ke palung jantung”
Kendari, desember 2004
LANGIT AZZURA
Langit Azzura
:dy
Langit azzura
awan menjelma apsari
lalu berubah mendung hitam
di dadamu hujan turun
dengan kilatan petir amarah
Beberapa waktu,
Gerimis, musik alam
redam pula wajah merahmu
terbayarkan kaca jendela
pecah menjadi beling
kita menghening,
duduk berjarak kursi tamu merah saga.
Beberapa waktu langit azzura
lagi kukenang tabir-tabir lampau yang lindap
di langit kuselip wajahmu.
Kendari 2009
:dy
Langit azzura
awan menjelma apsari
lalu berubah mendung hitam
di dadamu hujan turun
dengan kilatan petir amarah
Beberapa waktu,
Gerimis, musik alam
redam pula wajah merahmu
terbayarkan kaca jendela
pecah menjadi beling
kita menghening,
duduk berjarak kursi tamu merah saga.
Beberapa waktu langit azzura
lagi kukenang tabir-tabir lampau yang lindap
di langit kuselip wajahmu.
Kendari 2009
BURUNG-BURUNG KOTA
burung-burung kota
sepagi buta mencari mangsa
terbang menerjang angin zaman
hingga sampai kepucuk-pucuk malam
merebah kau, tenggelam
di lantai harta
hasil keringat penjarahan
burung-burung kota
yang getir karena melihat jerih payah;
adakah lagi belum kau patuk semua ?
dari sisa ladang pencaharian
atau dari sisa dahan hati kami
yang tinggal punya
sedikit daun-daun rintihan.
konawe, 2003
sepagi buta mencari mangsa
terbang menerjang angin zaman
hingga sampai kepucuk-pucuk malam
merebah kau, tenggelam
di lantai harta
hasil keringat penjarahan
burung-burung kota
yang getir karena melihat jerih payah;
adakah lagi belum kau patuk semua ?
dari sisa ladang pencaharian
atau dari sisa dahan hati kami
yang tinggal punya
sedikit daun-daun rintihan.
konawe, 2003
Siluet, Ketika Hujan di LASOLO
siluet
(ketika hujan turun di Lasolo)
hujan jatuh di lasolo
di perbukitan lada dan cengkeh milik ama
aku terkurung dalam harapan
dalam cinta
yang tersapu hujan
seketika jantung menyala
menyelami sisa-sisa mimpi
dari hujan reda:
pada perih letih ama
kertap daun-daun milik ama
hanya menyisahkan separuh
dari mimpi lama
konawe, 2003
(ketika hujan turun di Lasolo)
hujan jatuh di lasolo
di perbukitan lada dan cengkeh milik ama
aku terkurung dalam harapan
dalam cinta
yang tersapu hujan
seketika jantung menyala
menyelami sisa-sisa mimpi
dari hujan reda:
pada perih letih ama
kertap daun-daun milik ama
hanya menyisahkan separuh
dari mimpi lama
konawe, 2003
KETIKA AMA TURUN KE LAUT
ketika ama turun ke laut
(permintaan kepada lautan)
kalau saja perahu ama
berdampar di dermaga, karena pecahan ombak mengantarnya.
adakah juga angin laut bermurah hati membawa
kesepian ina, memulangkan kerinduan kami akan ama
kalau saja sobekan jala dan jaring ama
tersangkut di bakau-bakau pesisir, karena gelombang pasang mengantarnya.
adakah juga burung lautan dan buih ombak sudi membawa
dupa-dupa repalan doa ina, mengabarkan galau kami kepada ama
kendari, 2004
(permintaan kepada lautan)
kalau saja perahu ama
berdampar di dermaga, karena pecahan ombak mengantarnya.
adakah juga angin laut bermurah hati membawa
kesepian ina, memulangkan kerinduan kami akan ama
kalau saja sobekan jala dan jaring ama
tersangkut di bakau-bakau pesisir, karena gelombang pasang mengantarnya.
adakah juga burung lautan dan buih ombak sudi membawa
dupa-dupa repalan doa ina, mengabarkan galau kami kepada ama
kendari, 2004
SEUSAI KEMARAU TERKUBUR BERSAMA ALAM
seusai kemarau terkubur alam
seusai kemarau terkubur alam:
benih-benih baru
hasil olahan dari ladang perkawinan
mulai tumbuh di tanah gembur legam,
di antara kemegahan juga kesengsaraan alam:
mereka tumbuh sebagai pengayom,
sebagai penegak hukum
sebagai pemberani juga sebagai tirani
sebagai pemimpin juga sebagai terpimpin
sebagai masyarakat maupun sebagai rakyat
mereka gemar menggali uang
mereka gemar pula menabur utang
kadang menjadi nomor satu dan dua
jarang-jarang menjadi nomor terakhir
karena benih yang lahir,
diolah pada zaman mutakhir
penanggalan berganti
setelah kemarau dikuburkan alam:
benih-benih baru,
hasil olahan dari ladang perkawinan silang
mulai tumbuh di tanah yang beretakan,
di antara perang juga alam yang meraung-raung:
mereka tumbuh berkalang-kabung
berdendang erangan.
kendari, september 2002
seusai kemarau terkubur alam:
benih-benih baru
hasil olahan dari ladang perkawinan
mulai tumbuh di tanah gembur legam,
di antara kemegahan juga kesengsaraan alam:
mereka tumbuh sebagai pengayom,
sebagai penegak hukum
sebagai pemberani juga sebagai tirani
sebagai pemimpin juga sebagai terpimpin
sebagai masyarakat maupun sebagai rakyat
mereka gemar menggali uang
mereka gemar pula menabur utang
kadang menjadi nomor satu dan dua
jarang-jarang menjadi nomor terakhir
karena benih yang lahir,
diolah pada zaman mutakhir
penanggalan berganti
setelah kemarau dikuburkan alam:
benih-benih baru,
hasil olahan dari ladang perkawinan silang
mulai tumbuh di tanah yang beretakan,
di antara perang juga alam yang meraung-raung:
mereka tumbuh berkalang-kabung
berdendang erangan.
kendari, september 2002
RATUSAN PENA
ratusan pena
ratusan pena
yakin dan tenang terselip di dada
menuliskan ratusan cena
dari ratusan penjuru dera
benih pujangga
kemudian bangun dari mimpi
serta merta bergelora
berkecamuk
di ratusan pena lainnya.
ratusan pena,
hidup di balada orang-orang lembah
senantiasa ia merangkaki gunung-gunung maha
:pada geriap elegi hidup
pena-pena terkubur abadiah
kendari. 5/9/02
ratusan pena
yakin dan tenang terselip di dada
menuliskan ratusan cena
dari ratusan penjuru dera
benih pujangga
kemudian bangun dari mimpi
serta merta bergelora
berkecamuk
di ratusan pena lainnya.
ratusan pena,
hidup di balada orang-orang lembah
senantiasa ia merangkaki gunung-gunung maha
:pada geriap elegi hidup
pena-pena terkubur abadiah
kendari. 5/9/02
KEPADA TEMAN UDIN
kepada teman udin
di pedalaman keindahan
gurau mu: tak kecut, tak surut
bertantangan selaksa bisu
melecut
sehari ku’nginap di ruang mu
penuh dendam kau tampar takutmu:
dan hatimumu remuk tertimbun
kata-kata hatimu yang rimbun
ayo … teman
santai saja menepis lara dengan kata
jangan enggan ;
sederhana saja bermain kata
di dalam riuh rumpunan pujangga.
sebab,
kan segera tiba anugrah pualam,
untuk kita toreh nama
sebesar harapan mereka.
kendari. 31 agust. 2002.
di pedalaman keindahan
gurau mu: tak kecut, tak surut
bertantangan selaksa bisu
melecut
sehari ku’nginap di ruang mu
penuh dendam kau tampar takutmu:
dan hatimumu remuk tertimbun
kata-kata hatimu yang rimbun
ayo … teman
santai saja menepis lara dengan kata
jangan enggan ;
sederhana saja bermain kata
di dalam riuh rumpunan pujangga.
sebab,
kan segera tiba anugrah pualam,
untuk kita toreh nama
sebesar harapan mereka.
kendari. 31 agust. 2002.
BAYANGAN BULAN
bayangan bulan
jam lima sore berlalu
kita berlima pulang berlagu;
melepas sesalan yang haru biru
dan juga tubuh yang penuh debu.
di setapak berbatu-batu;
kita intip bulan kemerahan merangkak
dari sela-sela ranting rapuh
melirik keabadian dan keindahannya
dari belukar kota pertikaian.
di tanah basah berbatu;
waktu berangkat pulang
bayangan diri kita
tiada berkata-berkata
juga senyum bangga pun tidak bergeming
bulan cipta pelita;
kita cipta bayang-bayang
bayang-bayang buahkan kagum
kendari. agustus 2002
(pulang latihan di ts)
jam lima sore berlalu
kita berlima pulang berlagu;
melepas sesalan yang haru biru
dan juga tubuh yang penuh debu.
di setapak berbatu-batu;
kita intip bulan kemerahan merangkak
dari sela-sela ranting rapuh
melirik keabadian dan keindahannya
dari belukar kota pertikaian.
di tanah basah berbatu;
waktu berangkat pulang
bayangan diri kita
tiada berkata-berkata
juga senyum bangga pun tidak bergeming
bulan cipta pelita;
kita cipta bayang-bayang
bayang-bayang buahkan kagum
kendari. agustus 2002
(pulang latihan di ts)
BERKACA-KACA
berkaca-kaca
aku mata-mata
berkaca di retina matamu
di matamu kaca-kaca berkedip,
berkaca mematai aku redup
kalau kalbumu kalap dan kelu
jadilah pula mata-mata;
berkaca di mataku
yang berkaca-kaca.
kendari. 30 agust. 2002
aku mata-mata
berkaca di retina matamu
di matamu kaca-kaca berkedip,
berkaca mematai aku redup
kalau kalbumu kalap dan kelu
jadilah pula mata-mata;
berkaca di mataku
yang berkaca-kaca.
kendari. 30 agust. 2002
Jadi Guru
jadi guru
sejam yang berlalu
kuraba-raba cinta
di desahan nafas yang meluruh
kota-kota tubuhmu
di kaki langitmu
aku menjadi murid dan kau mahaguru
pada seperempat jam yang berlalu
di kepalaku
kau tarik picu
melesatkan gramatika
di kamus pikiranmu
aku menjadi awalan dan kau akhiran
di jam-jam yang berlalu
usai aku belajar cinta dan kau menjadi guru
tiba-tiba kau merefleks di bahuku
terengah di meditasiku
diam-diam aku tembakkan peluru cinta
di kaki langitmu
kau murid dan aku mahaguru.
kendari. 30 agust. 2002
(direvisi ulang, Juni 2009)
sejam yang berlalu
kuraba-raba cinta
di desahan nafas yang meluruh
kota-kota tubuhmu
di kaki langitmu
aku menjadi murid dan kau mahaguru
pada seperempat jam yang berlalu
di kepalaku
kau tarik picu
melesatkan gramatika
di kamus pikiranmu
aku menjadi awalan dan kau akhiran
di jam-jam yang berlalu
usai aku belajar cinta dan kau menjadi guru
tiba-tiba kau merefleks di bahuku
terengah di meditasiku
diam-diam aku tembakkan peluru cinta
di kaki langitmu
kau murid dan aku mahaguru.
kendari. 30 agust. 2002
(direvisi ulang, Juni 2009)
Langganan:
Postingan (Atom)